top of page

Orang Yang Tepat Diwaktu Yang Salah

  • Writer: NadhiGrenada
    NadhiGrenada
  • May 23, 2022
  • 2 min read

Note : Efek kebanyakan nonton drama dan dengerin curhatan orang. Sudut pandang orang ketiga yang dijadikan sudut pandang pertama


Pernah gak sih marah sama keadaan? Kok kayaknya gak sesuai ekspektasi, susah dimengerti pula! Tuhan mau nya apa sih sama hidupku ini?" Jika kamu pernah mempertanyakan hal-hal ini, selamat kamu sudah setingkat lebih tinggi di ujian kehidupan ini.


Aku pun juga pernah melalui itu.. Merasa marah sekali dengan keadaan, terutama WAKTU. Waktu yang mempertemukan dengan orang yang dianggap tepat disaat yang tidak tepat.

pernah menyukai seseorang dari jaman belia (bahkan masih bau kencur), kemudian merasa istimewa, dan blussss hilang begitu saja. Yaaap.. pengalaman itu lenyap begitu saja. Tidak ada komunikasi, tidak ada tatap muka, tidak ada apapun. Bertahun-tahun berlalu begitu cepat. Namun siapa sangka, ternyata perasaan itu tetap tinggal. Huh gimana bisa??? Entahlah.. Nyatanya hati dan mata ini tidak bisa berbohong.


Waktu akhirnya mempertemukan kami kembali sebagai orang dewasa yang sudah matang. Dan yesss.. dag dig dug jantung TETAP berdegup kencang. Beberapa hari pertama, degupan itu sangat besar sampai mau meledakkan hati ini. Sehari demi sehari dalam 3 bulan berlalu dengan sangat cepat, dan kami menikmati pertemuan kami "kembali" ini. Begitu indah, begitu intim, begitu menggelora, begitu hangat.



Ps: foto ini hanya sebgai lambang momen kal itu


Permasalahannya hanya satu, aku sudah punya calon pendamping. Ya, calon pendamping hidup. Hahahhahaha.. Ingin rasanya mentertawakan kenyataan ini, sungguh ironi, tapi aku malah menangis dalam sepi. Tidak tahu harus bercerita kemana tentang keadaan ini, selain membawanya di dalam doa. Tiga bulan kemudian berlalu begitu saja, sunyi tanpa kabar.


Kami kembali bertemu setelah nya.. Dan yaa, kami gak sanggup untuk menutup rasa itu. Terlalu besar. Meskipun kami tahu kalau kami tidak bisa bersama. Menyakitkan, pedih, dan terluka. Meski begitu kami melalui nya dengan penuh cinta dan tawa. Tiga bulan kemudian kami kembali berpisah.. Dan sekarang kami dipertemukan kembali, dengan kenyataan yang lagi-lagi di luar ekspektasi.


Sikapnya berubah, dingin, menusuk jantung. Dia mengabaikan pesanku, bahkan telfonku (meskipun ku bilang itu mendesak). Mata itu tidak bisa berbohong. Terbesit luka, namun tetap berusaha tegar. Tatapannya tak sehangat kala itu..


Aku sadar betul waktu ini akan segera datang, akupun juga harus merelakannya melanjutkan hidup dengan pilihannya (bahkan calon pasangannya). "Aku tidak boleh egois, harus dewasa." Kalimat ini terus ku ulang dalam hati dan pikiranku. Semakin ku ulang kalimat ini, semakin sakit yang kurasakan.


Aku kecewa, marah, sedih, iri, semua itu bercampur jadi satu. Marah, kenapa Tuhan baru menjawab doaku yang dari belia kudoakan. Kecewa, kenapa harus sekarang disaat aku sudah memiliki pilihan yang tidak bisa kutinggalkan. Sedih, kenapa dia beruabah, mana janji yang diucapkan untuk terus saling menyayangi meskipun terpisah. Iri, kenapa dia harus bersama yang lain. Makin marah, kenapa dia bersikap dingin. Sungguh luar biasa, aku gak sanggup lagi menahannya. Aku hanya bisa bersembunyi di balik senyum getir dan doa. Dan yaak, ini kali ketiga aku merasakan sakit hati sesakit ini.


Ingin aku berlari, memegang tangannya, menatap matanya dan mencurahkan semua isi hatiku. Tapi aku tidak bisa memaksanya, terlebih menyakiti perasaannya. Lalu apa yang harus ku lakukan sekarang? Aku juga tidak tahu. Mungkin aku akan kembali menyimpan sosoknya dalam kenangan hati yang terdalam (dia ada disana, dari dulu sampai nanti). Atau mungkin aku akan tetap marah kepada waktu yang terus menerus mempermainkan pertemuan kami. Mungkin ini the real definition of "sakit tapi tak berdarah"...









 
 
 

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page